Stobu

Daun momiji (maple ) berguguran menandakan musim gugur (aki) telah tiba. Pemandangan kota Saga pun berubah, dari hijau berubah jadi merah dan kuning. Di sebagian kecil tempat di Jepang ada bunga sakura yang mekar di musim gugur, padahal idealnya sakura itu mekar di bulan maret yang menandakan musim semi. Di kampus kami pun ada satu pohon bunga sakura yang mekar nya malu-malu (hanya beberapa kuntum). Udara berubah dari panas menjadi sejuk. Tapi udara sejuk ini hanya berlangsung 2 bulan saja, awal November udara dingin dari Cina pun mulai berhembus.

Walaupun Saga berada di pulau Kyushu, Jepang, tetapi musim dinginnya lumayan menggigit (suhu terendah -3 C). Salju pun turun, tetapi tidak sederas di bagian utara Jepang. Sebagai orang yang hidup dan besar di Indonesia, cuaca adalah masalah yang terbesar bagi kami. Untuk menghadapi musim dingin, kami pun harus bersiap-siap. Baju musim panas mulai disimpan, dan baju musim dingin pun mulai dikeluarkan dari oshire (lemari). Tidak hanya baju dingin yang kami persiapkan tetapi Stobu (penghangat) pun mulai keluar satu persatu.

Di setiap Negara yang mempunyai musim dingin, pasti punya cara lain mengatasi musim dingin ini. Di Jepang selain menggunakan AC penghangat, juga menggunakan stobu. Di semua toko elektronik di Jepang di awal musim dingin mulai di jual berbagai jenis Stobu. Mulai dari listrik sampai yang menggunakan minyak tanah.

Stobu sebenarnya berasal dari bahasa Inggris stove atau kompor, tetapi karena bahasa Jepang tidak punya lafal yang berakhiran konsonan, sehingga lafal stove, berubah jadi stobu. Sama halnya kalau mereka menyebut lafal red berubah menjadi reddo.

Selama tiga tahun lebih tinggal di Saga, tak terasa kami pun mengoleksi bermacam – macam Stobu. Ada yang kami beli dari toko seken (Chuko), ada yang baru ada pula warisan dari teman yang sudah pulang ke Indonesia. Bulan lalu kami menambah koleksi stobu kami, dengan membeli stobu baru yang memakai minyak tanah. Alasannya selain jauh lebih hangat daripada stobu dari stobu listrik, kami pun bisa masak air di atasnya, lumayan bisa memanfaatkan energi yang terbuang. Akhirnya stobu minyak tanah ini jadi stobu inti kami ,stobu yang lain di tempatkan di setiap ruangan dan hanya di nyalakan sesaat saja.



Ini stobu inti yang menggunakan minyak tanah. Kami letakkan di ruang utama. Persis seperti kompor. Digunakan hampir setiap saat kecuali waktu tidur. Untungnya pemanas ini tidak mengeluarkan bau seperti kompor yang biasa digunakan ibu-ibu di Indonesia heheheheheh....






Ini pemanas yang paling umum digunakan. Menggunakan filamen dan listrik. Jumlah filamennya bisa ber macam-macam dari satu sampai 4 buah dan setiap batangnya menggunakan daya 400 w.
Biasanya kami letakkan di dekat meja komputer atau meja makan






Pemanas ini menggunakan filamen dan kipas. jadi angin yang keluar sangat hangat dan nyaman. Daya yang digunakan 1200 w.
Saat ini kami letakkan di depan pintu toilet heheheh.......








Ini alat pemanas yang paling efisien dan nyaman. Menggunkan kombinasi Minyak untuk pembakarnya dan listrik untuk kipas. Angin yang dikeluarkan sangat besar dan hangat. Karena sudah lama dipakai saat ini alat ini kami gunakan untuk memanasi dapur.






Nah ini variasinya dan saat ini kami simpan sebagai cadangan...siapa mau....

Comments

Anonymous said…
musim gugur.. gimana ya rasanya disini tak ada yg ada musim durian, musim langsat juga musim jeruk
Anonymous said…
ga pk gas ya?
terlalu mahal kah?
Linda said…
nice posting
jadi tau deh bentuk² nya
maklum blom pernah kesana sih :)

aku mau stobunya ya kalo pulang ke indo, buat ganti kompor ibu di rumah ;)
Anonymous said…
OO..seperti itu toh bentuk Stobunya :D Klo pulang, boleh juga tuh mbak dibawa utk oleh2 sodara2 kita di Dieng n daerah dingin lainnya :)
Thanks atas kunjungannya.

kalo musim gugur disini, rasanya seperti hawa pegunungan di indonesia, sayangnya di sini gak ada musim durian ya...heheheeh

mengenai stobu, kebetulan apartemen kami engga support untuk pemanas gas, jadi kami hanya pakai listrik dan minyak tanah.
boleh juga tuh usulnya jadi oleh2.
hehehe didaerah pegunungan juga lumayan dingin.
* said…
halo jeng ulfa, blog nya keren sekali :) saya tadi mampir di wedding site nya... cantik deh jeng ulfa nya... semoga berbahagia selalu dng suami tercinta...
Anonymous said…
hihihi lucu juga ya stove jadi stobu..

intan
Anonymous said…
wah, foto2 ini klo beredar di cawang pasti langsung dibuatin deh stobunya... :P

note: cawang = tempat jual kompor sumbu
only if . . . said…
wawawah... interesting !

Tapi kalo barang electronic jepang katanya gak bisa dipakai di luar Jepang yah ?

Trus foto pertama diatas (yang sakura) Masha Allah! Indaaaah banget.. kyk lukisan!
Buat Mba Christine terima kasih atas pujian dan doanya, semoga Anda juga bahagia selalu dengan keluarga.

Bagus juga ya kalo bawa satu contoh stobu nya ke cawang heheheh, buat nya mudah kok kayak kompor biasa ....

Barang elektronik jepang rata2 tegangannya 110 v, makanya gak bisa dipakai di Indonesia misalnya.
Foto yang pertama pas diambil waktu musim gugur, namanya pohon momiji atau maple. Warnanya indah memang. BTW foto mba Mossaz juga cantik (yg jilbab merah) hehhe
loper said…
saya mau pemanasnya satu .. gak pake lama .. :P
Anonymous said…
kalo di sin-chan, biasanya pake meja + selimut penghangant ;)
iya lupa..kalo di shinchan itu namanya kotatsu, meja dilapisi selimut, didalamnya ada penghanhat listriknya...
Hanin said…
Mbak, langsung sumuk (gerah, panas) deh aku. Di Jambi sini gak usah pake stobu segala, pake tenaga matahari!
Tapi omong-omong AC di sini yang banyak beredar merk Jepang loh.
Anonymous said…
Hanin...wah jangan sebut-sebut AC deh....liat air saja bulu kudukku berdiri hehehehhehe...
Anonymous said…
Mmm... gak nolak kok klo dikasi oleh2 stobu itu. Itung-itung buat teman minynyak goso' klo Uppa pulang ke indo dan berbagi cerita sampe larut malam. Maaf lho mas Boga, boleh tho istrinya dipinjem sewaktu-waktu buat curhat hehe

Popular posts from this blog

Huis Ten Bosch

Restoran 100 yen