Elly dan penghargaan prestasi di negeri ini


Kenangan siapa yang tidak kembali melayang ke era 80-an oleh berita beberapa waktu yang lalu dengan tertangkapnya seorang Ellyas Pical dalam pengrebekan ekstasy pada sebuah diskotik di kawasan Jakarta Barat, Rabu (13/7), dimana dia bekerja sebagai satpam. Juga ulasan mengenai kehidupannya kini yang sulit dan kekurangan di berbagai media.

Tanpa melakukan pembelaan terhadap perbuatan melanggar hukum yang dia lakukan mari kita menengok kembali. Ketika itu gelora dan semangat seluruh anak bangsa bangkit dengan dipersembahkannya sabuk Juara Dunia Tinju Versi IBF oleh seorang pemuda lugu asal Saparua, Maluku. Harga diri bangsa ini seakan terangkat, ternyata kita bisa sejajar dengan bangsa lain di dunia Olahraga. Namun sebuah prestasi tingkat dunia itupun rupanya tidak cukup mengantarkan Elly untuk dapat hidup layak sampai hari tuanya, sehingga dia hanya bekerja sebagai seorang satpam untuk memenuhi kebutuhan hidup kini.

Masyarakat kita sering melupakan dan cuek dengan prestasi serta pengorbanan putra-putrinya yang diukir dengan susah payah. Begitu mudahkah jalan menggapai suatu prestasi tingkat dunia sehingga atlet veteran juara dunia bisa dilupakan begitu saja dengan mudah? Kecenderungan ini bukan hanya terjadi pada seorang Ellias Pical. Banyak kita temui Atlet kita yang berjasa mengharumkan nama baik bangsa di level internasional hidup miskin dimasa tuanya. Bila kita tengok lagi, bahkan penghargan prestasi yang diberikan untuk bidang lainpun tidak kalah memprihatinkannya. Dalam dunia science kita terbukti memiliki banyak talenta muda dan berbakat pada ilmu fisika, matematika, kimia dan biologi. Mereka sudah membuktikan kemampuannya diajang Internasional dengan berkompetisi dan merebut banyak medali pada lomba olimpiade ilmu pengetahuan dunia ataupun tingkat Asia. Tetapi apa yang mereka dapatkan dari masyarakat Indonesia. Hanya sebuah berita kecil di surat kabar dan selanjutnya terlupakan.

Lantas siapakah yang pantas dikagumi, dihormati dan disanjung oleh masyarakat negeri ini? Siapakah yang pantas menjadi idola, mendapat penghargaan yang layak dan dicontoh generasi muda kita? Apakah seorang wanita cantik atau pemuda ganteng yang sedang "window shopping" lenggak-lenggok di mall yang lantas beruntung ditemukan pencari bakat sinetron? Apakah hanya karena fisik cantik dan ganteng atau blasteran lantas menjadi idola dan dipuja-puja? Dimanakah mimpi dan cita-cita generasi muda kita pantas ditempatkan? Bermimpi memperbaiki fisik dan penampilan semata? Aataukah mencari jati diri dengan berkompetisi di ajang pendidikan dan olahraga yang sangat penting manfaatnya bagi “character building” sebuah bangsa.

Pertanyaannya lantas, apakah generasi muda dan para orangtua akan tertarik dan mensuport anaknya dengan adanya kenyataan masyarakat yang tidak menghargai sebuah prestasi dalam bidang pendidikan dan olahraga. Dimana nantinya mereka hanya akan menjadi seorang yang menghabiskan masa indah mudanya dengan giat belajar dan berlatih dengan susah-payah demi mengukir prestasi. Melupakan sebagian kesenangan dimasa muda, dan selanjutnya hidup sia-sia dengan kemiskinan setelah prestasinya memudar atau terlupakan oleh masyarakat.

Bandingkanlah dengan perlakuan dan keadaan di negara-negara maju saat ini. Dimana seorang yang berprestasi dalam bidang science dan olahraga mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa sehingga menjadi idola. Beasiswa, penghargan pemerintah, tunjangan kehidupan dan lain-lain akan menghampiri seiring prestasi yang diukir. Pemuda-pemudi disana akan tertantang berlomba-lomba mengikuti jejak mereka dengan belajar keras, berlatih keras dan menepa diri. Bukan dengan bersolek dan bermimpi seperti yang ditawarkan komunitas bangsa kita kini. Di Jepang dan Amerika muka-muka para atlet dan ilmuwan muda sehari-hari menghiasi seluruh media yang ada. Menjadi tamu dalam acara talk show, diskusi dan variety show. Mereka diikuti perkembangan kesehariannya, dikupas perjalananannya sampai menjadi seorang juara sehingga dapat menjadi teladan dan contoh bagi masyarakat lainnya. Bila telah menjadi atlet veteran, mereka tetap dikenang dan menjadi selebritis abadi, selalu muncul dalam TV dan liputan media sehingga masa tua mereka terjamin.

Dalam budaya jepang ada sebuah pepatah: "Berkata sesuai dengan apa yang dilakukan". Para peraih prestasi ini akan selalu didengar dan diikuti apa tutur katanya dan dijadikan referensi masyarakat karena mereka telah membuktikan dengan apa yang mereka capai. Jadi bukannya seorang yang belum berbuat apa-apa dan hanya karena penampilan fisik semata yang di ekspos oleh media lantas dijadikan bahan perbincangan, trend dan acuan generasi muda.

Pemerintah harus tergerak dengan adanya kasus Elly ini dengan makin memperhatikan mereka, karena mereka juga seorang pahlawan. Mass media kita juga harus memulainya dengan menciptakan selebritis-selebritis dari bidang olahraga dan science. Serta masyarakat kita pun harus mulai menyadari itu semua dengan merubah imej arti sebuah prestasi. Sebelum kita menjadi bangsa yang dengan mudah ditaklukan bangsa lain karena lemah dan tidak berilmu.

Comments

Popular posts from this blog

Stobu

Huis Ten Bosch

Restoran 100 yen